Friday, June 21, 2013

Saat lautan manusia antarkan Soekarno ke liang lahat

Saat lautan manusia antarkan Soekarno ke liang lahat


Saat lautan manusia antarkan Soekarno ke liang lahat
Perjalanan terakhir Soekarno. ©Dokumentasi HN Irna Hadi Soewito

Presiden Pertama RI, Soekarno, meninggal dalam keadaan menderita, stres dan tubuh yang rusak akibat digerogoti penyakit. Bung Karno--demikian rakyat Republik ini memanggil tokoh yang juga dijuluki sang proklamator, itu. Dia dimakamkan di Blitar, Jawa Timur dengan iringan doa dan tangis rakyat Indonesia.

Minggu siang, 21 Juni 1970, kabar meninggalnya Bung Karno tersiar melalui berita-berita. Seluruh kegiatan sejenak terhenti, disusul dengan kasak-kusuk pembicaraan di kantor, di rumah, di toko, di pasar, dan di manapun manusia Indonesia berada. Topik pembicaraan sama, Soekarno mangkat.

Bambang Widjanarko pernah menulis kisah wafatnya Soekarno dalam buku berjudul: "Sewindu Dekat Bung Karno", yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada 1988. Dia merupakan bekas ajudan Bung Karno selama delapan tahun, mulai 1960 hingga 1967.

Bambang mengisahkan, seperti tahun-tahun sebelumnya, sebenarnya malam itu telah disiapkan sebagai malam gembira bagi warga Jakarta, yang akrab dikenal sebagai malam muda-mudi semalam suntuk. Tujuanya untuk menyambut hari ulang tahun Kota Jakarta yang jatuh pada 22 Juni.

Namun karena ada berita Bung Karno wafat, maka dengan bijaksana Gubernur DKI Jakarta membatalkan malam gembira tersebut. Gubernur malah mengajak warga Jakarta bersama-sama seluruh rakyat Indonesia menundukkan kepala turut berbelasungkawa atas meninggalnya seorang pemimpin bangsa.

Sebagai perwira marinir, Widjanarko seketika itu pula langsung menuju Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, tempat jenazah Bung Karno disemayamkan bersama ratusan ribu rakyat yang datang sepontan. "Melalui antrean setapak demi setapak saya bergerak maju mendekati jenazah yang terbaring di ruang tengah."

Tidak terdengar tawa, kata dia. Bahkan hampir tidak ada orang bicara. Mereka hanya berbisik, dan sedu-sedan tangis beriringan menyayat hati. Di tengah lautan manusia itu Bambang berada, menyaksikan sejarah kematian seorang tokoh besar dalam hidupnya.

Bambang selanjutnya turut menghantar jenazah Bung Karno ke Blitar. Sesuai instruksi Kepala Staf Angkatan Laut, hari berikutnya dia turut membawa jenazah Bung Karno ke Blitar pukul 10.00 WIB. Iring-iringan mobil jenazah lebih dulu menuju Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma.

Sepanjang jalan ke bandara itu, ribuan rakyat berjejal memberi penghormatan terakhir kepada sang presiden. Sebuah pesawat Hercules AURI membawa seluruh rombongan dari Halim menuju Malang, Jawa Timur.

Di sana, kata Bambang, konvoi kendaraan bermotor telah siap menunggu kedatangan jenazah. "Dari lapangan terbang Malang menuju Blitar, saya saksikan lagi betapa ribuan rakyat berjejal sepanjang jalan. Ibu-ibu dan gadis-gadis menjerit, menangis, atau diam dengan air mata terus meleleh di pipi," kata Bambang.

Hal ini membuktikan upaya Orde Baru untuk menghapus semua kenangan rakyat terhadapSoekarno tak sepenuhnya berhasil. Dari tahun 1967 Soekarno dilarang tampil di depan umum dan dipenjara dalam tahanan rumah. Soekarno dilarang bertemu wartawan atau berbicara selain pada keluarga. Sosoknya terus dikaitkan dengan PKI dan pembunuhan tujuh jenderal. Tapi rakyat rupanya masih mencintai Soekarno.

Bambang melihat hal itu. Dia berkata pada putri Soekarno, Rachmawati.

"Lihatlah Rachma, rakyat masih mencintai Bung Karno. Mereka juga merasa kehilangan. Jasa Bapak bagi Nusa dan Bangsa tidak akan terlupakan selamanya."

Rachmawati mengangguk.

Tiba di Blitar hari telah senja. Di sana ratusan ribu rakyat telah menunggu di tempat pemakaman. Bukan makam pahlawan, tetapi makam umum biasa di tengah Kota Blitar. Upacara pemakaman dengan cepat dilaksanakan, dipimpin Jenderal Panggabean sebagai Inspektur Upacara mewakili Pemerintah RI.

Setelah upacara selesai, ketika seluruh karangan bunga diletakkan dan seluruh pejabat pulang, ribuan manusia ternyata masih tetap tinggal di makam. Dengan tertib mereka maju berkelompok, meletakkan karangan bunga. Malam semakin gelap, tapi peziarah tak surut.

"Sampai lewat tengah malam, makam belum juga sunyi. Di samping makam, para peziarah terus berdoa dari sore hari, datang pula rombongan baru yang tidak menghiraukan jarak dan waktu."

Itulah kisah pejalanan akhir Soekarno ke liang lahat. Lautan manusia tumpah menyambut dia. Bahkan hingga kini, makam sang Proklamator RI itu masih ramai. Makam itu ditandai batu nisan dengan pesan: DI SINI DIMAKAMKAN Bung Karno, PROKLAMATOR KEMERDEKAAN, dan PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA.
Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/saat-lautan-manusia-antarkan-soekarno-ke-liang-lahat.html

No comments:

Post a Comment